Sabtu, 15 November 2014

Member Alaiyers

Tiba-tiba aku teringat masa-masa itu. Masa-masa dimana aku bersama teman satu universitas menjalankan tugas kuliah yaitu kuliah kerja nyata. Saat itu kami mendapat tempat yang jauh dari hiruk pikuk kota yang ramai. Desas desusnya daerah yang akan kami tempati itu sangatlah mistik. Kami semakin bertanya-tanya. “Apa iya?”
Saat itu aku bertanya kepada bang edu yang tidak lain adalah seorang anak MAPALA diuniversitasku. Dia menyarankan untuk berhati-hati dan kalau bisa kamu pindah aja deh ketempat lain. Aku semakin yakin bahwa tempat yang akan aku datangi bersama teman-temanku adalah tempat yang menjadi tantangan dan pengalaman yang sangat menarik, meskipun ketakutan menghantui. 
Hari yang ditunggu-tunggu itupun telah tiba. Akhirnya kami sampai dengan capeknya di posko 16 (nama kelompok). Pertama dalam hayalan posko yang akan kami tempati adalah sebuah rumah warga yang tidak berpenghuni. Namun ternyata posko yang kami tempati itu adalah sebuah GOR tempat bermain bulu tangkis yang sering disebut dengan rumah gedag. Rumah gedag ini memiliki banyak fungsi yaitu tempat acara pernikahan dimana terdapat panggung sebagai tempat singgasana para mempelai yang menikah, sebagai tempat berkumpulnya warga disetiap ada acara adat, acara hari raya, dan lain-lain.
Tempat yang kami huni bukanlah dilapangannya melainkan dibagian belakang yang disekat. Cukup luas dan kami menyukainya meskipun kami tidak mengenal yang namanya kamar. Ahhh aku senang tapinya. 
Kami bahagia karena suasanya sangat sejuk, sama seperti di kayu aro kerinci atau daerah puncak bogor. Semua beban proposal skripsi waktu itu lenyap dengan sendirinya. Kami menyebutnya dengan nama LIBURAN ALAYERS. 
Pemandangan didaerah itu sangat asri dan menyejukkan. Pekerjaan para penduduk desa pada umumnya adalah bertani. Mulai dari kentang, sayuran, cabai, bawang, dan buah-buahan kecuali bertnam padi. Panoramanya juga menambah keceriaan kami. Seperti sisuguhkan pergunungan, air hangat, danau, perkebunan dan keikutsertaan kami dalam menanam dan memanen hasil perkebunan mereka. 
Kami yang tadinya takut-takut manjah, seakan terbakar api keramahan para warga desa. kami merasa sangat betah, meskipun selalu menghitung hari dan waktu kapan kita pulang di kalender. hehehehe…
Tiba-tiba aku teringat masa-masa itu. Masa-masa dimana aku bersama teman satu universitas menjalankan tugas kuliah yaitu kuliah kerja nyata. Saat itu kami mendapat tempat yang jauh dari hiruk pikuk kota yang ramai. Desas desusnya daerah yang akan kami tempati itu sangatlah mistik. Kami semakin bertanya-tanya. “Apa iya?”
Saat itu aku bertanya kepada bang edu yang tidak lain adalah seorang anak MAPALA diuniversitasku. Dia menyarankan untuk berhati-hati dan kalau bisa kamu pindah aja deh ketempat lain. Aku semakin yakin bahwa tempat yang akan aku datangi bersama teman-temanku adalah tempat yang menjadi tantangan dan pengalaman yang sangat menarik, meskipun ketakutan menghantui.
Hari yang ditunggu-tunggu itupun telah tiba. Akhirnya kami sampai dengan capeknya di posko 16 (nama kelompok). Pertama dalam hayalan posko yang akan kami tempati adalah sebuah rumah warga yang tidak berpenghuni. Namun ternyata posko yang kami tempati itu adalah sebuah GOR tempat bermain bulu tangkis yang sering disebut dengan rumah gedag. Rumah gedag ini memiliki banyak fungsi yaitu tempat acara pernikahan dimana terdapat panggung sebagai tempat singgasana para mempelai yang menikah, sebagai tempat berkumpulnya warga disetiap ada acara adat, acara hari raya, dan lain-lain.
Tempat yang kami huni bukanlah dilapangannya melainkan dibagian belakang yang disekat. Cukup luas dan kami menyukainya meskipun kami tidak mengenal yang namanya kamar. Ahhh aku senang tapinya.
Kami bahagia karena suasanya sangat sejuk, sama seperti di kayu aro kerinci atau daerah puncak bogor. Semua beban proposal skripsi waktu itu lenyap dengan sendirinya. Kami menyebutnya dengan nama LIBURAN ALAYERS.
Pemandangan didaerah itu sangat asri dan menyejukkan. Pekerjaan para penduduk desa pada umumnya adalah bertani. Mulai dari kentang, sayuran, cabai, bawang, dan buah-buahan kecuali bertnam padi. Panoramanya juga menambah keceriaan kami. Seperti sisuguhkan pergunungan, air hangat, danau, perkebunan dan keikutsertaan kami dalam menanam dan memanen hasil perkebunan mereka.
Kami yang tadinya takut-takut manjah, seakan terbakar api keramahan para warga desa. kami merasa sangat betah, meskipun selalu menghitung hari dan waktu kapan kita pulang di kalender. hehehehe…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar