Jumat, 18 November 2011

DETERGEN

Deterjen merupakan produk teknologi yang strategis, karena telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat modern mulai rumah tangga sampai industri.

Menurut Asosiasi Pengusaha Deterjen Indonesia (APEDI), surfaktan anionik yang digunakan di Indonesia saat ini adalah alkyl benzene sulfonate rantai bercabang (ABS) sebesar 40% dan alkyl benzene sulfonate rantai lurus (LAS) sebesar 60%. Dibandingkan dengan LAS, ABS merupakan senyawa yang lebih sukar terurai secara alami. Oleh karenanya, pada banyak negara di dunia penggunaan ABS telah dilarang dan diganti dengan LAS. Sedangkan di Indonesia, peraturan mengenai larangan penggunaan ABS belum ada. Beberapa alasan masih digunakannya ABS dalam produk deterjen, antara lain karena : harganya murah, kestabilannya dalam bentuk krim pasta dan busanya melimpah.

Penggunaan deterjen dapat mempunyai risiko bagi kesehatan dan lingkungan. Risiko deterjen yang paling ringan pada manusia berupa iritasi (panas, gatal bahkan mengelupas) pada kulit terutama di daerah yang bersentuhan langsung dengan produk. Hal ini disebabkan karena kebanyakan produk deterjen yang beredar saat ini memiliki derajat keasaman (pH) tinggi. Dalam kondisi iritasi/terluka, penggunaan produk penghalus apalagi yang mengandung pewangi, justru akan membuat iritasi kulit semakin parah.

Dalam jangka panjang, air minum yang telah terkontaminasi limbah deterjen berpotensi sebagai salah satu penyebab penyakit kanker (karsinogenik). Proses penguraian deterjen akan menghasilkan sisa benzena yang apabila bereaksi dengan klor akan membentuk senyawa klorobenzena yang sangat berbahaya. Kontak benzena dan klor sangat mungkin terjadi pada pengolahan air minum, mengingat digunakannya kaporit (dimana di dalamnya terkandung klor) sebagai pembunuh kuman pada proses klorinasi.

Saat ini, instalasi pengolahan air milik PAM dan juga instalasi pengolahan air limbah industri belum mempunyai teknologi yang mampu mengolah limbah deterjen secara sempurna.

Penggunaan fosfat sebagai builder dalam deterjen perlu ditinjau kembali, mengingat senyawa ini dapat menjadi salah satu penyebab proses eutrofikasi (pengkayaan unsur hara yang berlebihan) pada sungai/danau yang ditandai oleh ledakan pertumbuhan algae dan eceng gondok yang secara tidak langsung dapat membahayakan biota air dan lingkungan. Di beberapa negara Eropa, penggunaan fosfat telah dilarang dan diganti dengan senyawa substitusi yang relatif lebih ramah lingkungan.

Menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen, konsumen mempunyai hak untuk memperoleh informasi suatu produk secara jelas, hak untuk memilih dan hak untuk menuntut/menggugat produsen apabila produk mereka tidak sesuai dengan klaimnya Berkaitan dengan hak konsumen tersebut, diperlukan transparansi dari produsen mengenai kandungan produk deterjen yang dihasilkannya dalam bentuk pelabelan komposisi bahan baku.

Persepsi masyarakat bahwa deterjen yang menghasilkan busa melimpah mempunyai daya cuci yang baik adalah tidak benar. Untuk merubah persepsi tersebut, diperlukan partisipasi baik dari pihak konsumen maupun produsen. Di satu pihak, konsumenharus tahu bahwa tidak ada kaitan antara daya cuci dan busa melimpah. Di lain pihak, produsen seharusnya tidak lagi menggunakan ‘busa melimpah’ dalam mempromosikan produknya.

Produksi deterjen Indonesia rata-rata per tahun sebesar 380 ribu ton. Sedangkan tingkat konsumsinya, menurut hasil survey yang dilakukan oleh Pusat Audit Teknologi di wilayah Jabotabek pada tahun 2002, per kapita rata-rata sebesar 8,232 kg.

Regulasi yang berkaitan dengan deterjen di Indonesia masih belum sepenuhnya mengakomodasi aspek lingkungan. Standar, sebagai salah satu produk regulasi, yang berlaku sekarang dan digunakan sebagai acuan bagi produk deterjen sudah berumur lebih dari 15 tahun dan tidak sesuai lagi dengan tuntutan produk yang berwawasan lingkungan, sehingga perlu direvisi, seiring dengan perkembangan teknologi dan perkembangan baku mutu lingkungan.

Definisi

Deterjen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Detergen merupakan garam Natrium dari asam sulfonat.

garam_natrium

Rantai hidrokarbon, R, di dalam molekul sabun di atas mungkin adalah rantai hidrokarbon yang lurus atau rantai hidrokarbon yang bercabang.

gambar_17_!

Detergen sudah sangat akrab di kehidupan kita, terutama bagi ibu rumah tangga. Detergen digunakan untuk mencuci pakaian. Untuk menyempurnakan kegunaannya, biasanya pabrik menambahkan Natrium Perborat, pewangi, pelembut, Naturium Silikat, penstabil, Enzim, dan zat lainnya agar fungsinya semakin beragam. Tapi diantara zat-zat tersebut ada yang tak bisa dihancurkan/dilarutkan oleh mikroorganisme sehingga otomatis menyebabkan pencemaran lingkungan. Apabila air yang mengandungi detergen dibuang ke dalam air, tercemarlah air dan pertumbuhan Alga yang sangat cepat. Hal ini akan menyebabkan kandungan oksigen dalam air berkurangan dan otomatis ikan, tumbuhan laut, dan kehidupan air lainnya mati. Selain itu limbah Detergen juga menyebabkan pencemaran tanah yang menurunkan kualitas kesuburan tanah yang mengakibatkan tanaman serta hidupan tanah termasuk cacing mati. Padahal cacing bisa menguraikan limbah organik, non organik & menyuburkan tanah.

Bahan utamanya ialah garam natrium yaitu asam organik yang dinamakan asam sulfonik. Asam sulfonik yang digunakan dalam pembuatan detergen merupakan molekul berantai panjang yang mengandungi 12 hingga 18 atom karbon per molekul.

Detergen pertama disintesis pada tahun 1940-an, yaitu garam natrium dari alkyl hydrogen sulfat. Alkohol berantai panjang dibuat dengan cara penghidrogenan lemak dan minyak.

Alkohol berantai panjang ini direaksikan dengan asam sulfat menghasilkan alkil hydrogen sulfat yang kemudian dinetralkan dengan basa.

Natrium lauril sulfat adalah detergen yang baik. Karena garamnya berasal dari asam kuat, larutannya hampir netral. Garam kalsium dan magnesiumnya tidak mengendap dalam larutannya, sehingga dapat dipakai dengan air lunak atau air sadah. Pada masa kini, detergen yang umum digunakan adalah alkil benzenasulfonat berantai lurus. Pembuatannya melalui tiga tahap. Alkena rantai lurus dengan jumlah karbon 14-14 direaksikan dengan benzena dan katalis Friedel-Craft (AlCl3 atau HF) membentuk alkil benzena. Sulfonasi dan penetralan dengan basa melengkapi proses ini.

Rantai alkil sebaiknya tidak bercabang. Alkil benzenasulfonat yang bercabang bersifat tidak dapat didegradasi oleh jasad renik (biodegradable). Detergen ini mengakibatkan masalah polusi berat pada tahun 1950-an, yauti berupa buih pada unit-unit penjernihan serta disungai dan danau-danau. Sejak tahun 1965, digunakan alkil benzenasulfonat yang tidak bercabang. Detergen jenis ini mudah didegradasi secara biologis oleh mikroorganisme dan tidak berakumulasi dilingkungan kita.

rantai_alkil

Detergen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan sabun, detergen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air.

Komposisi

Pada umumnya, detergen mengandung bahan-bahan berikut:

Surfaktan

Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu hidrofil (suka air) dan hidrofob (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Secara garis besar, terdapat empat kategori surfaktan yaitu:

a. Anionik :
-Alkyl Benzene Sulfonate (ABS)
-Linier Alkyl Benzene Sulfonate (LAS)
-Alpha Olein Sulfonate (AOS)
b. Kationik : Garam Ammonium
c. Non ionik : Nonyl phenol polyethoxyle
d. Amphoterik : Acyl Ethylenediamines

Builder

Builder (pembentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air.

a. Fosfat : Sodium Tri Poly Phosphate (STPP)
b. Asetat :
- Nitril Tri Acetate (NTA)
- Ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA)
c. Silikat : Zeolit
d. Sitrat : Asam Sitrat

Filler

Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas. Contoh Sodium sulfat.

Aditif

Aditif adalah bahan suplemen / tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dst, tidak berhubungan langsung.

Bahan Tambahan dalam Detergen

  1. Berbagai jenis bahan kimia boleh ditambahkan kepada detergen tertentu untuk meningkatkan kualitas mencuci dan keberkesanannya.
  2. Tabel di bawah ini menunjukkan jenis bahan tambahan detergen serta fungsinya.

table_14_15

Kebaikan Detergen Sebagai Pencuci

  1. Detergen mencuci dengan lebih baik dalam air liat dibanding dengan sabun.
  2. Detergen tidak membentuk kekat apabila dicampurkan dengan air liat yang mengandung ion magnesium atau ion kalsium yang terlarutkan.

Eksperimen: Membandingkan kebaikan mencuci antara detergen dengan sabun

gambar_17_2

  1. Masukkan 250 cm3 air suling ke dalam bikar berlabel A, B, C dan D.
  2. Tambahkan dua spatula magnesium sulfat ke dalam bikar B dan bikar D dan kacau sehingga semua magnesium sulfat larut dan menghasilkan air liat.
  3. Tambahkan 5 cm3 larutan sabun ke dalam bikar A dan bikar B dan lima titis larutan detergen ke dalam bikar C dan bikar D. Kacau larutan di dalam semua bikar dengan kuat.
  4. Rendamkan empat potongan kecil kain kotor yang berminyak masing-masing ke dalam setiap bikar A, B, C dan D dan cuci kain itu.
  5. Bandingkan keberkesanan bahan pencuci di dalam setiap bikar.
  6. Catatkan pemerhatian dalam tabel seperti di bawah.

table_14_16

Pencemaran Alam Sekitar oleh Detergen dan Bahan Tambahan dalam Detergen

  1. Detergen yang berantai lurus tidak terbiodegradasikan, yaitu tidak terurai oleh bakteria atau mikroorganisma.
  2. Apabila air cucian yang mengandungi detergen dibuang ke dalam talian air atau ke dalam sungai, pencemaran air berlaku dan hidupan akuatik akan mati.
  3. Apabila sebatian fosfat yang ditambahkan kepada detergen dibuang ke dalam sungai atau tasik akan berlaku pertumbuhan rumpai air dan alga yang sangat cepat. Hal ini akan menyebabkan kandungan oksigen terlarut di dalam air sangat berkurangan dan hidupan akuatik akan mati.

Berdasarkan senyawa organik yang dikandungnya, detergen dikelompokkan menjadi :

  1. Detergen anionik (DAI)

    Merupakan detergen yang mengandung surfaktan anionik dan dinetralkan dengan alkali. Detergen ini akan berubah menjadi partikel bermuatan negatif apabila dilarutkan dalam air. Biasanya digunakan untuk pencuci kain. Kelompok utama dari detergen anionik adalah :

  • Rantai panjang (berlemak) alkohol sulfat
  • Alkil aril sulfonat
  • Olefin sulfat dan sulfonat
  1. Detergen kationik

    Merupakan detergen yang mengandung surfaktan kationik. Detergen ini akan berubah menjadi partikel bermuatan positif ketika terlarut dalam air, biasanya digunakan pada pelembut (softener). Selama proses pembuatannya tidak ada netralisasi tetapi bahan-bahan yang mengganggu dihilangkan dengan asam kuat untuk netralisasi.

  2. Detergen nonionik

    Merupakan senyawa yang tidak mengandung molekul ion sementara, kedua asam dan basanya merupakan molekul yang sama. Detergen ini tidak akan berubah menjadi partikel bermuatan apabila dilarutkan dalam air tetapi dapat bekerja di dalam air sadah dan dapat mencuci dengan baik hampir semua jenis kotoran.

  3. Detergen Amfoterik

    Detergen jenis ini mengandung kedua kelompok kationik dan anionik. Detergen ini

    dapat berubah menjadi partikel positif, netral, atau negatif bergantung kepada pH air

    yang digunakan. Biasanya digunakan untuk pencuci alat-alat rumah tangga.

Menurut kandungan gugus aktifnya maka detergen diklasifikasikan sebagai berikut :

  1. Detergen jenis keras

    Detergen jenis keras sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun bahan tersebut dibuang akibatnya zat tersebut masih aktif. Jenis inilah yang menyebabkan pencemaran air.

Contoh: Alkil Benzena Sulfonat (ABS).

ABS merupakan suatu produk derivat alkil benzen. Proses pembuatan ABS ini adalah dengan mereaksikan Alkil Benzena dengan Belerang Trioksida, asam Sulfat pekat atau Oleum. Reaksi ini menghasilkan Alkil Benzena Sulfonat. Jika dipakai Dodekil Benzena maka persamaan reaksinya adalah

C6H5C12H25 + SO3 = C6H4C12H25SO3H (Dodekil Benzena Sulfonat)

Reaksi selanjutnya adalah netralisasi dengan NaOH sehingga dihasilkan Natrium Dodekil Benzena Sulfonat

  1. Detergen jenis lunak

    Detergen jenis lunak, bahan penurun tegangan permukaannya mudah dirusak oleh mikroorganisme, sehingga tidak aktif lagi setelah dipakai .

    Contoh: Lauril Sulfat atau Lauril Alkil Sulfonat. (LAS).

    Proses pembuatan (LAS) adalah dengan mereaksikan Lauril Alkohol dengan asam Sulfat pekat menghasilkan asam Lauril Sulfat dengan reaksi:

C12H25OH + H2SO4 = C12H25OSO3H + H2O

Asam Lauril Sulfat yang terjadi dinetralisasikan dengan larutan NaOH sehingga dihasilkan Natrium Lauril Sulfat.


Pembuatan deterjen Alkil benzene


Alkil aril sulfonat terbentuk dari sulfonasi alkil benzena, alkil benzena mengandung inti dengan satu atau lebih rangkaian alifatik (alkil). Inti alkil benzena bisa benzena, toluene, xylena, atau fenol. Alkil benzena yang biasa digunakan adalah jenis DDB (deodecil benzena).

Pembuatan deodecil benzena (C6H6C12H25) dilakukan dengan alkilasi benzena dengan alkena (C12H24) dibantu dengan katalis asam. Alkilasi benzena kemudian dilakukan reaksi Fiedel-Craft. Detergen alkil benzena yang dihasilkan melalui proses Fiedel-Craft memliki sifat degradasi biologis yang buruk karena terdapat 300 isomer dari propilen tetramer.

1 komentar:

  1. APAKAH UNTUK APEDI ADA KONTAK YANG BISA DIHUBUNGI KARENA PERUSAHAAN KAMI MAU GABUNG DENGAN ASOSIASI TERSEBUT

    BalasHapus