Tiba-tiba
aku teringat masa-masa itu. Masa-masa dimana aku bersama teman satu
universitas menjalankan tugas kuliah yaitu kuliah kerja nyata. Saat itu
kami mendapat tempat yang jauh dari hiruk pikuk kota yang ramai. Desas
desusnya daerah yang akan kami tempati itu sangatlah mistik. Kami
semakin bertanya-tanya. “Apa iya?”
Saat itu aku bertanya kepada bang edu yang
tidak lain adalah seorang anak MAPALA diuniversitasku. Dia menyarankan
untuk berhati-hati dan kalau bisa kamu pindah aja deh ketempat lain. Aku
semakin yakin bahwa tempat yang akan aku datangi bersama teman-temanku
adalah tempat yang menjadi tantangan dan pengalaman yang sangat menarik,
meskipun ketakutan menghantui.
Hari yang ditunggu-tunggu itupun telah tiba.
Akhirnya kami sampai dengan capeknya di posko 16 (nama kelompok).
Pertama dalam hayalan posko yang akan kami tempati adalah sebuah rumah
warga yang tidak berpenghuni. Namun ternyata posko yang kami tempati itu
adalah sebuah GOR tempat bermain bulu tangkis yang sering disebut
dengan rumah gedag. Rumah gedag ini
memiliki banyak fungsi yaitu tempat acara pernikahan dimana terdapat
panggung sebagai tempat singgasana para mempelai yang menikah, sebagai
tempat berkumpulnya warga disetiap ada acara adat, acara hari raya, dan
lain-lain.
Tempat yang kami huni bukanlah
dilapangannya melainkan dibagian belakang yang disekat. Cukup luas dan
kami menyukainya meskipun kami tidak mengenal yang namanya kamar. Ahhh
aku senang tapinya.
Kami bahagia karena suasanya sangat sejuk,
sama seperti di kayu aro kerinci atau daerah puncak bogor. Semua beban
proposal skripsi waktu itu lenyap dengan sendirinya. Kami menyebutnya
dengan nama LIBURAN ALAYERS.
Pemandangan didaerah itu sangat asri dan
menyejukkan. Pekerjaan para penduduk desa pada umumnya adalah bertani.
Mulai dari kentang, sayuran, cabai, bawang, dan buah-buahan kecuali
bertnam padi. Panoramanya juga menambah keceriaan kami. Seperti
sisuguhkan pergunungan, air hangat, danau, perkebunan dan keikutsertaan
kami dalam menanam dan memanen hasil perkebunan mereka.
Kami yang tadinya takut-takut manjah, seakan
terbakar api keramahan para warga desa. kami merasa sangat betah,
meskipun selalu menghitung hari dan waktu kapan kita pulang di kalender.
hehehehe…